Jumat, 05 Oktober 2012

Ghana | Digital Dumping Ground


Sebuah video yang menceritakan tentang Ghana, kota yang senasib dengan Guiyu. Ghana menjadi tong sampah elektronik. Tentu saja ini dapat menambah kita prihatin. Bagaimana tidak, semakin banyak kota yang menjadi tong sampah e-waste. Akhir kata, selamat menikmati !
Ghana | Digital Dumping Ground - Youtube.com (part 1)

Ghana | Digital Dumping Ground - Youtube.com (part 2)

Baca

Senin, 30 Juli 2012

Batam | Pelabuhan E – Waste Indonesia


Batam, salah satu kota yang berada di perbatasan Indonesia ini menjadi tempat masuk keluarnya barang - barang elektronik. Tak hanya barang barang elektronik resmi, barang elektronik illegal alias black market dapat kita temui disini. Mulai dari ponsel, komputer, laptop, tablet hingga peralatan canggih lainnya dapat kita temui disini. Tapi ternyata, Batam merupakan salah satu jalur masukknya barang – barang e – waste yang datang dari negara lain, semisal Singapura.
Mengapa Batam? Karena dalam urusan impor mengimpor Batam dapat dikatakan agak tersembunyi dari dari bea cukai Indonesia. Tidak heran jika banyak barang – barang illegal yang masuk ke Indonesia melalui Batam. Mulai alat – alat elektronik yang telah saya sebutkan di paragraf sebelumnya hingga barang – barang haram, seperti narkoba. Dan Batam merupakan daerah ideal tempat importir untuk memasukkan komputer sampah, kemudian mereka menjualnya dengan label “komputer baru”, padahal isi dalamnya bekas. Komputer e – waste ini, dalam waktu dekat, pastinya dapat ditebak, akan menjadi sampah, dan akhirnya mengotori negara Indonesia.

2 – 3 tahun masih terlihat canggih, tetapi 5 tahun kemudian..
akan menjadi e - waste!
Apakah hanya komputer sampah yang dimasukkan dari Batam? Tidak, masih ada e – waste yang berasal dari Batam. Contoh lain, ponsel black market. Ponsel black market? Bukannya ponsel black market itu rata – rata modelnya masih baru? Memang, ponsel tersebut masih baru. Tapi, tanpa dilengkapi dokumen perizinan, ponsel tersebut pastinya tidak dapat diperbaiki (jika rusak) oleh dealer resmi ponsel tersebut. Sehingga ponsel tersebut akan menjadi sampah, dan berakhir di tong sampah. Hal yang sama juga terjadi pada perangkat elektronik black market yang berasal dari Batam. Semua akan menjadi e – waste, karena jika rusak tak ada dealer resmi yang mau memperbaiki alat tersebut. Maklum, black market, alias barang illegal! :D
Namun, kita tidak dapat menjadikan Batam sebagai ”kambing hitam” masukknya e – waste ke Indonesia. Selain di Batam, masih banyak daerah lain di Indonesia. Saya tidak akan menyebutkan daerah lain yang menjadi “pelabuhan e –waste” di Indonesia. Hanya saja, saya berharap agar kita sebagai Rakyat Indonesia tidak tertipu untuk membeli perangkat black market, karena nantinya jika rusak akan menjadi sampah di bumi Indonesia ini. Dan pastinya akan mengotori kota – kota di Indonesia.
Baca

Sabtu, 28 Juli 2012

Mimpi Buruk Kota Guiyu | Tong Sampah E – Waste Dunia

Anak kecil yang sedang duduk diantara kabel - kabel

Kota Guiyu, merupakan kota kecil yang terletak di negara Republik Rakyat China. Kota ini dapat dikatakan memiliki mimpi buruk, karena kota ini menjadi “TPA” (Tempat Pembuangan Akhir) sampah – sampah elektronik (e – waste, electronic waste). Semua jenis limbah elektronik dari seluruh dunia seperti CPU, Laptop, Ponsel, dll (yang kebanyakan telah rusak atau ketinggalan zaman) dibuang ke kota ini.
Rata – rata penduduk Guiyu hidup dengan mendaur ulang kabel, telepon, laptop, keyboard, CPU, monitor, mouse, dan perangkat elektronik lainnya, dan mereka mengambil komponen – komponen yang berharga, seperti misalnya besi, plastic, dan lain sebagainya (terkadang emas). Dalam memisahkan komponennya, penduduk Guiyu juga menggunakan cara – cara yang “klasik”, suatu cara yang dapat membahayakan hidup mereka sendiri. Mereka hanya bermodalkan pisau, baskom, ember dan sebagainya, kemudian mereka membongkar e – waste untuk mencari komponen – komponen berharga yang dapat mereka jual. Seakan mereka tidak menghiraukan dampak buruk terhadap lingkungan sekitarnya ataupun terhadap diri mereka sendiri.
Seorang ibu yang sedang memilah kabel
Bagi penduduk Guiyu, e – waste merupakan sumber penghasilan yang menjanjikan. Dalam sehari, mereka dapat mengasilkan uang kurang lebih $5. Dan kebanyakan rakyat disana hidup berdampingan dengan sampah elektronik di rumahnya. Bahkan ada sebagian penduduk yang menjadikan casing  CPU menjadi meja di dapurnya. Memang dapat dikatakan kreatif, namun berbahaya untuk kesehatan mereka.
Mereka kesusahan untuk memenuhi kebutuhan sehari – harinya, seperti air bersih, dimana disana rata – rata air tanah tidak dapat dikonsumsi, karena telah tercemar zat kimia beracun semisal timbal. Penduduk disini sebagian besar tidak pernah mengakses internet, menggunakan komputer, membawa ponsel, dan sebagainya. Namun pekerjaan mereka sehari – harinya adalah memilah – milah sampah elektronik, walaupun sebenarnya mereka tidak mengerti bagaimana cara kerja perangkat tersebut.
 Bapak yang sedang memilah tumpukan plastik
bekas komputer
Kadar timbal di kota Guiyu relatif tinggi. Anak – anak kecil di Kota Guiyu rata – rata memiliki kadar timbal yang tinggi didalam darah. Menurut survey, dari 165 anak di Guiyu, 80% dari mereka memiliki kadar timbal yang sangat tinggi dalam darah mereka. Kadar timbal didalam tubuh mereka sekitar 149, sesuatu yang amat menakutkan, meningat kadar timbal yang berlebihan dapat menyebabkan penurunan IQ anak. Beberapa gambar yang saya pasang disini mungkin dapat membuat miris hati pembaca. Apabila hal ini terus terjadi, dalam 100 tahun yang akan datang bisa jadi kita tidak dapat menempati bumi ini lagi. Dan kotakota yang akan menjadi TPA e – waste sepertinya tinggal menunggu waktu.
Solusi :
Tentunya kita tidak ingin kotakota di dunia menanggung dampak buruk dari hasil perkembangan teknologi dunia. Pastinya kita tidak ingin Kota Denpasar ini senasib dengan Kota Guiyu di China itu. Kita tentu masih ingin melihat anak – anak kecil bermain di sungai, tanpa takut tercemar zat kimia berbahaya semisal timbal. Kita tentu masih ingin merasakan enaknya beras yang berasal dari Tabanan, tanpa takut tercemar zat kimia. Oleh karena itu, kurangi e – waste yang terdapat didunia ini. Sebagai konsumen, kita hanya bisa melakukan hal – hal kecil, seperti misalnya membeli alat – alat teknologi yang ramah lingkungan, merawatnya dengan baik agar tidak cepat menjadi sampah, dan mendaur ulangnya saat alat teknologi tersebut telah menjadi sampah. Usahakan juga agar tidak terlalu sering mengganti gadget dengan model terbaru. Apa gunanya jika gadget kita keluaran terbaru, tetapi lingkungan kita hancur karena gadget lama kita menjadi sampah. Sedangkan pesan untuk produsen, mungkin mereka bisa membuat program daur ulang untuk alat – alat elektronik yang telah usang. Jangan sampai kotakota di Indonesia senasib dengan kota Guiyu, karena kita tentunya tidak ingin Indonesia menjadi negara yang menjadi tong sampah e – waste dunia  :D
Baca
Artikel Lama Green-IT